Kamis, 08 November 2012

SD Negeri 010, Visi dan Misi


SD NEGERI  010
KECAMATAN SAMARINDA ILIR
Berdiri Tahun 1970


Dalam rangka menunjang proses pembelajaran di SD Negeri 010, terdapat jumlah pegawai 21 orang; 18 orang guru, 1 orang Tata Usaha, 1 orang pelayan dan 1 orang satpam. Perkembangan murid sejak tahun 2001 / 2002 sampai dengan 2005 / 2006 sebanyak (333,357,367,375,351)khusus tahun 2006/2007 dengan jumlah 370 orang yang terdiri dari laki-laki 215 orang dan perempuan 155 orang dan bangunan sekolah memiliki fasilitas 12 ruang; 8 ruang kelas, ruang Kepala Sekolah,ruang dewan guru,ruang tata usaha dan ruang UKS masing-masing 1 ruang, luas tanah 4.800 m² ( 80 m x 60 m ), bentuk bangunan leter L dengan luas bangunan 800 m²(80 m x 10 m).
Kemudian pada tanggal 8 November 2008 SDN 037 di gabung ke SDN 010 ( di Regroofing ) karena jumlah siswanya sedikit dan kepala sekolahnya pensiun. Mulai 8 November 2008 jumlah murid SDN 010 bertambah 113 orang yaitu menjadi  483 orang. Pada tahun 2010 / 2011 jumlah siswa SDN 010 berjumlah 580 orang yang terdiri dar siswa laki-laki berjumlah 305 orang dan siswa perempuan berjumlah 275 orang  .Dengan jumlah guru 28 orang dan tenaga kependidikan berjumlah 7 orang. Jadi jumlah keseluruhan adalah 35 orang guru dan tenaga kependidikan. Jumlah ruang belajar 16 ruang belajar dengan rombongan belajar ada 19 rombong
Adapun lokasi SDN 010 awalnya 1 halaman terdiri dari 2 sekolah yaitu SD 037 dan SDN 010. Setelah di Regroofing tanggal 8 November 2008 menjadi 1 sekolah 1 halaman
Visi SDN 010
- Terwujudnya mutu pendidikan, kemandirian dan prestasi yang dilandasi iman dan taqwa.
Misi SDN 010
- Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap guru di berbagai pelajaran melalui pelatihan/kursus dan magang.
- Meningkatkan peserta didik yang berprestasi sehingga menjadi generasi unggul yang memiliki IMTAQ dan IPTEK.
- Mengembangkan minat budaya baca pendidik dan peserta didik.
- Meningkatkan sarana dan prasarana sekolah.
- Meningkatkan pembinaan dan fasilitas kelompok kerja guru.
- Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan kondusif.
- Meningkatkan pelayanan pendidikan yang mampu menghasilkan anak didik yang berbudi luhur dan berkualitas.
- Meningkatkan kemitraan/ kerjasama dengan Stake holders.
- Meningkatkan Usaha Kesehatan Sekolah.
- Mengendalikan dan penanggulangan penyakit menular.
- Meningkatkan sistem pengajaran yang disesuaikan dengan standar baku Nasional.
- Mengembangkan kemampuan kompetitif (daya saing) tenaga pengajar dan peserta didik.
- Tujuan Pendidikan di SDN 010 Samarinda Ilir.
- Meningkatkan pengetahuan dan sikap bagi staf pengajar dan peserta didik.
- Menciptakan iklim/suasana belajar yang sehat dan kondusif.
- Meningkatkan disiplin dan tanggung jawab guru, peserta didik dan stake holder (mitra kerja).
- Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang sekolah sehat.
- Menciptakan lingkungan SD yang teduh, rapi dan nyaman.
- Meningkatkan derajat kesehatan peserta didik
- Meningkatkan prestasi peserta didik dalam bidang akademik dan non akademik baik ditingkat kota, propinsi, nasional dan global

Jumat, 14 September 2012

Seorang Guru Menggandeng tangan, Membuka pikiran Menyentuh hati, Membentuk masa depan Seorang Guru berpengaruh selamanya Dia tidak pernah tahu kapan pengaruhnya berakhir


Yang penting bukan bagaimana caramu hidup
Tapi hidup siapa yang kamu ubah dengan hidupmu
Seorang majikan bisa memberitahumu apa yang ia harapkan darimu
Tapi seorang Guru membangkitkan pengharapanmu sendiri

Kamis, 13 September 2012

Sejarah Pendidikan di Indonesia

Sedikit Uraian Sejarah Pendidikan Indonesia

Pendahuluan
“Knowledge is power”

Kepala Sekolah SDN. 010 Samarinda Ilir (Dra. Hj. Jubaidah, M.Pd)
Kutipan yang terkenal dari Francis Bacon tersebut jelas mengungkapkan pentingnya pendidikan bagi manusia. Sumber pokok kekuatan manusia adalah pengetahuan. Mengapa? Karena manusia dengan pengetahuannya mampu melakukan olah-cipta sehingga ia mampu bertahan dalam masa yang terus maju dan berkembang.
Dan proses olah-cipta tersebut terlaksana berkat adanya sebuah aktivitas yang dinamakan PENDIDIKAN. Pendidikan menurut KBBI berarti sebuah kegiatan perbaikan tata-laku dan pendewasaan manusia melalui pengetahuan. Bila kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang kita kenal sekarang ini sebenarnya merupakan ”adopsi” dari berbagai model pendidikan di masa lalu.
Informasi mengenai bagaimana model pendidikan di masa prasejarah masih belum dapat terekonstruksi dengan sempurna. Namun bisa diasumsikan ”media pembelajaran” yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang sederhana. Terutama berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan di kelompok sosialnya.
Pendidikan Masa Hindu-Buddha
Sistem pendidikan pada masa lalu baru dapat terekam dengan baik pada masa Hindu-Buddha. Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya yang berjudul Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15(1990). Sistem pendidikan Hindu-Buddha dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-citakan. Ciri khasnya adalah tidak diperlukannya sebuah bangunan, seperti rumah atau pondokan. Bentuk patapan dapat sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.
Istilah kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan. Berbeda dengan patapan, mandala merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru.
Berdasarkan keterangan yang terdapat pada kropak 632 yang menyebutkan bahwa ” masih berharga nilai kulit musang di tempat sampah daripada rajaputra (penguasa nagara) yang tidak mampu mempertahankan kabuyutan atau mandala hingga jatuh ke tangan orang lain” (Atja & Saleh Danasasmita, 1981: 29, 39, Ekadjati, 1995: 67), dapat diketahui bahwa nagara atau ibu kota atau juga pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala. Dalam hal ini, antara mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling ketergantungan. Nagara memerlukan mandala untuk dukungan yang bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat kesaktian, dan pusat kekuatan gaib.
Dengan demikian masyarakat yang tinggal di mandala mengemban tugas untuk melakukan tapa. Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan raja sangat tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, nagara perlu memberi perlindungan dan keamanan, serta sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil (fasilitas dan makanan), agar para pendeta/wiku dan murid dapat dengan tenang mendekatkan diri dengan dewata.
Pendidikan Masa Islam
Sistem pendidikan yang ada pada masa Hindu-Buddha kemudian berlanjut pada masa Islam. Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa Islam merupakan bentuk akulturasi antara sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan sistem pendidikan Islam yang telah mengenal istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman (Schrieke, 1957: 237; Pigeaud, 1962, IV: 484—5; Munandar 1990: 310—311). Pada masa Islam sistem pendidikan itu disebut dengan pesantren atau disebut juga pondok pesantren. Berasal dari kata funduq (funduq=Arab atau pandokheyon=Yunani yang berarti tempat menginap).
Bentuk lainnya adalah, tentang pemilihan lokasi pesantren yang jauh dari keramaian dunia, keberadaannya jauh dari permukiman penduduk, jauh dari ibu kota kerajaan maupun kota-kota besar. Beberapa pesantren dibangun di atas bukit atau lereng gunung Muria, Jawa Tengah. Pesantern Giri yang terletak di atas sebuah bukit yang bernama Giri, dekat Gersik Jawa Timur (Tjandrasasmita, 1984—187). Pemilihan lokasi tersebut telah mencontoh ”gunung keramat” sebagai tempat didirikannya karsyan dan mandala yang telah ada pada masa sebelumnya (De Graaf & Pigeaud, 1985: 187).
Seperti halnya mandala, pada masa Islam istilah tersebut lebih dikenal dengan sebutan ”depok”, istilah tersebut menjadi nama sebuah kawasan yang khas di kota-kota Islam, seperti Yogyakarta, Cirebon dan Banten. Istilah depok itu sendiri berasal dari kata padepokan yang berasal dari kata patapan yang merujuk pada arti yang sama, yaitu “tempat pendidikan. Dengan demikian padepokan atau pesantren adalah sebuah sistem pendidikan yang merupakan kelanjutan sistem pendidikan sebelumnya.
Pendidikan Masa Kolonial
Pada masa ini, wajah pendidikan Indonesia lebih terlihat sebagai sosok yang memperjuangkan hak pendidikan. Hal ini dikarenakan pada saat itu, sistem pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial adalah sistem pendidikan yang bersifat diskriminatif. Artinya hanya orang Belanda dan keturunannya saja yang boleh bersekolah, adapun pribumi yang dapat bersekolah merupakan pribumi yang berasal dari golongan priyayi. Adapun prakteknya sistem pendidikan pada masa kolonial lebih mengadopsi pendidikan ala Eropa.
Namun kemudian mulai timbul kesadaran dalam perjuangan untuk menyediakan pendidikan untuk semua kalangan, termasuk pribumi. Maka hadirlah berbagai institusi pendidikan yang lebih memihak rakyat, seperti misalnya Taman Siswa dan Muhammadiyah.
Pada masa ini sistem Eropa dan tradisional (pesantren) sama-sama berkembang. Bahkan bisa dikatakan, sistem ini mengadopsi sistem pendidikan seperti yang kita kenal sekarang: Mengandalkan sistem pendidikan pada institusi formal macam sekolah dan pesantren.
Pendidikan: Berawal dari Keluarga
Pendidikan abad 21 diwarnai dengan pengaruh globalisasi. Berbagai sistem pendidikan berlomba-lomba diadopsi, dikembangkan dan disesuaikan. Institusi-institusi pendidikan mulai menjamur. Namun muncul kritik dari beberapa orang seperti Ivan Illich, yang menganggap sistem pendidikan hanya berorientasi untuk menghasilkan tenaga kerja untuk kepentingan industri semata. Pendidikan kehilangan maknanya sebagai sarana pembelajaran.
Kemudian muncul sebuah ide Home Schooling, yaitu pendidikan yang tidak mengandalkan institusi formal, tapi tetap bisa dilakukan di rumah sesuai kurikulum. Home Schooling adalah pola pendidikan yang dilatarbelakangi adanya ketidakpercayaan terhadap fenomena negatif yang umum terdapat pada institusi formal: adanya bullying, serta metode yang didaktis dan seragam.
Namun bukan berarti institusi pendidikan formal tidak menyesuaikan diri. Kini, timbul kesadaran bahwa prestasi bukanlah angka-angka yang didapat di ujian, atau merah-birunya rapor. Melainkan adanya kesadaran akan pentingnya sebuah kurikulum berdasarkan kompetensi.
Dari rangkaian sejarah pendidikan yang panjang ini ada satu esensi yang bisa kita ambil yaitu seperti apapun bentuknya, keberhasilan pendidikan pada dasarnya tidak hanya tanggung jawab dari pengelola pendidikan saja tetapi juga menuntut peranan dari orangtua yang tidak kalah pentingnya. Sejarah akan terus berulang: Pendidikan berawal dari keluarga. (Bayu Galih/Rusyanti/Rian Timadar/Khairun Nisa, Mei 2008)

Pustaka:

Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Santiko, Hariani.
Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, buku IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, 3—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, halaman 304—18.
Ekadjati, Edi S.
1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Kegiatan Sekolah Dasar Negeri 010 Samarinda Ilir

Memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Kegiatan SDN. 010 Samarinda Ilir Kalimantan Timur